Bagaimana nasib 14 WNI yang saat ini masih disandera kelompok Abu Sayyaf? Para anak buah kapal (ABK) itu hingga kini belum diketahui keberadaannya.
Pengamat Hubungan Internasional Teuku Rezasyah mengatakan, Pemerintah Indonesia seharusnya meminta agar Filipina tak melakukan operasi militer terang-terangan di kemah sandera 14 warga negara Indonesia (WNI).
Selain itu, pemerintah Indonesia harus memanfaatkan momentum pertemuan antara tiga panglima negara (Indoensia, Malaysia, dan Filipina) untuk memastikan tidak ada aksi militer terang-terangan di daerah dekat markas penyanderaan WNI.
“Saya kira ini mengapa Jokowi meminta panglima Indonesia, Malaysia, dan, Filipina bertemu. Mungkin saja mereka melakukan diskusi terhadap rencana jangka pendek terkait sandera Abu Sayyaf,” ungkapnya.
Dalam hal ini, dia mengaku Filipina sudah dalam posisi yang cukup buruk. Hal itu karena asumsi bahwa pemenggalan John Ridsdel terjadi karena operasi militer tanpa perhitungan yang baik.
Karena itu, pemerintah Filipina harusnya legowo meneima bantuan militer untuk melalukan operasi pembebasan.
“Terserah jika secara diplomasi pemerintah Filipina tak akan mengaku bantuan Indonesia. Yang jelas, dengan kondisi yang semakin memburuk, harusnya Filipina bisa menerima bantuan militer Indoensia,” terangnya.
Dia menilai, saat ini pemerintah sedang bermain api. Pasalnya, Presiden Benigno Aquino III tampak agresif menumpas Abu Sayyaf menjelang pemilu.
Namun, dia tak mempertimbangkan bahwa Abu Sayyaf juga punya dasar untuk lebih agresif karena mereka adalah kelompok bermuatan politis.**(Pojok)