Catatan :

ASNLF Gelar Seminar AM di Denmark

Sejumlah peserta seminar AM memberikan tanggapan dalam sesi tanya jawab yang berlangsung di kota Hjørring, Denmark, Sabtu lalu. (Foto: Ist)

Sejumlah peserta seminar AM memberikan tanggapan dalam sesi tanya jawab yang berlangsung di kota Hjørring, Denmark, Sabtu lalu. (Foto: Ist)
Denmark– Akhir pekan yang bertepatan dengan liburan musim gugur di Eropa seharusnya digunakan untuk berkumpul dengan keluarga. Namun, salah satu komunitas Aceh di Denmark, memanfaatkan waktu luang itu untuk menggelar seminar dengan tajuk ”Prospek Perjuangan Aceh Merdeka di Aceh dan di tingkat Internasional”. Kegiatan yang berlangsung pada Sabtu siang (24/10) di aula sederhana itu menghadirkan pemakalah tunggal, Ariffadhillah, ketua Presidium Acheh-Sumatra National Liberation Front (ASNLF).
Arif datang jauh dari Jerman. Di samping profesi nya sehari-hari sebagai ahli kimia analitik, ia juga berfungsi ganda sebagai dosen terbang untuk memberi seminar tentang perjuangan Aceh Merdeka (AM) kepada komunitas Aceh yang tersebar di berbagai belahan dunia. Kali ini, seminar itu bertempat di sebuah ruangan yang memuat sekitar 30 orang termasuk wanita dan anak muda Aceh yang lahir dan besar di Denmark.
Di awal acara, Arif menekankan pentingnya menjaga silaturahmi untuk menghilangkan kesalahpahaman dalam kehidupan kemasyarakatan. “Internet sudah membuat yang jauh menjadi dekat,” ujarnya menjelaskan. Selanjutnya mengenai berbagai isu semasa tentang perkembangan terkini di Aceh, khususnya yang terkait dengan perjuangan kemerdekaan Aceh, termasuk isu kontroversial Din Minimi yang termaktub dalam laporanInstitute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), gagasan membuat aliansi dengan aktivis kemerdekaan dari Papua Merdeka dan lain-lain, mencari lembaga think tank perkara HAM, hingga gagasan memodernkan pola perjuangan Aceh secara diplomatis dan non-kekerasan muncul dalam forum tersebut.
Pada kesempatan itu, Arif juga menyampaikan hal-hal yang terkait dengan keberhasilan ASNLF masuk kembali menjadi anggota Unrepresented Nations and Peoples Organization (UNPO), bahkan hingga meraih kesempatan untuk berbicara di dalam badan-badan PBB, seperti Committee on the Economic, Social and Cultural Rights dan UN Forum on Minority Issues.

Ariffadhillah memberikan paparan tentang ”Prospek Perjuangan Aceh Merdeka di Aceh dan di tingkat Internasional” dihadapan para peserta, Sabtu (24/10). (Foto: Ist)

Ariffadhillah memberikan paparan tentang ”Prospek Perjuangan Aceh Merdeka di Aceh dan di tingkat Internasional” dihadapan para peserta, Sabtu (24/10). (Foto: Ist)
Mantan dosen Unsyiah itu mengutip perkara dan alasan perjuangan Aceh Merdeka dari sisi historis dan yuridis hukum internasional seperti Legal Status of Acheh-Sumatra under International Law yang salah satunya ”Setiap wilayah jajahan mempunyai hak hukum yang terpisah dari wilayah jajahan yang lain dan hak tersebut tidak boleh dihilangkan oleh penjajah dengan alasan mempersatukan administrasi sebagaimana yang dilakukan oleh Belanda terhadap wilayah di Nusantara (Hindia Belanda)”. Hukum ini adalah sesuai dengan resolusi PBB nomor 2625 –XXV.
Dalam diskusi ilmiah berbahasa Aceh tersebut juga dibeberkan bahwa perjuangan Aceh untuk Merdeka adalah legal untuk mengembalikan negara sambungan (successor state) hingga sampai kepada mekanisme PBB dengan mempunyai badan-badan yang membidangi isu masing-masing seperti di kantor PBB Jenewa, Swiss dan New York, Amerika Serikat.
Seusai deskripsi juga memasuki sesi tanya jawab yang antusias. Intinya, seminar tersebut fokus kepada perjuangan non violence. ”Menitikberatkan peningkatan kualitas SDM dengan pendidikan adalah bagian dari perjuangan juga,” jawab Arif ketika ditanya model perjuangan Aceh Merdeka ke depan. Pengungsi Aceh yang tersebar di luar negeri mesti ada peningkatan wawasan setelah tinggal di Eropa, bukan malah sebaliknya.
Akhir dari seminar tersebut pada petangnya dibentuk beberapa poin langkah kesimpulan untuk ditindak lanjuti pada rapat akhir tahun mendatang.
Comments
0 Comments


EmoticonEmoticon