Media-Andesdi * CHICAGO - Seorang wanita
Muslim mengajukan gugatan hukum terkait pelanggaran hak sipil federal
terhadap pemerintah kota Chicago, Amerika Serikat, dan enam polisi pada
pekan ini, setelah dia dituduh sebagai teroris hanya karena mengenakan
cadar di sebuah stasiun kereta tahun lalu. Insiden terjadi pada 4 Juli tahun lalu, ketika Itemid Al-Matar, yang
tengah menunaikan ibadah puasa Ramadan, menunggu kereta di sebuah
stasiun di Chicago dengan harapan dia dapat segera tiba di rumah,
bertepatan dengan waktu maghrib. Ketika dia tengah menaiki tangga menuju gerbang pemberhentian kereta
bagian "L", yang terletak di persimpangan jalan State dan Lake, sejumlah
petugas tiba-tiba menariknya dan melemparkannya ke lantai tanpa alasan,
menurut gugatan hukum yang ia ajukan. Menurut catatan pengadilan, Al-Matar, 32, pindah ke Chicago dari Arab Saudi dua tahun lalu untuk belajar bahasa Inggris.
Rekaman video pengawas dari Chichago Transit Authority menunjukkan
Al-Matar memanjat tangga sendirian menuju beranda stasiun ketika lima
petugas mendekatinya dari belakang. Salah satu petugas meraih bahunya
dan mendorongnya hingga terjatuh. Tak lama berselang, sejumlah petugas
lainnya bermunculan dan mulai memeriksanya.Dalam konferensi pers yang digelar Kamis (11/8), pengacara Al-Matar,
Gregory Kulis, mengaku polisi merobek hijab dan niqab yang dikenakan
kliennya. Kulis memaparkan bahwa polisi berusaha memborgol Al-Matar
ketika ia masih berada di lantai. Al-Matar ditangkap dan didakwa dengan perilaku sembrono dan sejumlah
tuduhan lainnya terkait upaya menghalangi keadilan. Juni lalu, seorang
hakim di wilayah Cook County menghapus tuduhan pertama tersebut dan
menyatakan bahwa Al-Matar tidak bersalah atas tuduhan lainnya.
"Jika mereka merasa bahwa ia melanggar peraturan, pendekatan
awal petugas seharusnya, 'Maaf, Pak,' atau 'Maaf, Bu, bisa saya hanya
mengajukan pertanyaan?', 'Siapa nama Anda dan ke mana Anda pergi? '"
kata Kulis, dikutip dari media lokal, Chichago Tribune. Juru bicara polisi Chicago hingga kini belum memberikan pernyataan resmi terkait gugatan itu. Gugatan hukum ini mengutip pengakuan Wali Kota Rahm Emanuel pada
Desember lalu bahwa polisi gagal menyelidiki dan mendisiplinkan petugas
yang terlibat dalam insiden yang dialami Al-Matar. Kulis menyatakan bahwa tindakan polisi hanya berdasarkan informasi dari seseorang bahwa dia adalah seorang "pengebom tunggal." "Sangat disayangkan bahwa di insiden di Chicago ini mencerminkan prasangka yang tertanam di benak sebagian orang," kata Kulis. Kulis berharap Inspektur Polisi Eddie Johnson menahan petugas yang terlibat dalam insiden ini. Gugatan ini menyebutkan penggunaan kekuatan polisi yang berlebihan,
seperti penangkapan palsu, pemeriksaan tubuh yang melanggar hukum,
tuduhan tak berdasar, dan pelanggaran terhadap kebebasan ekspresi
keagamaan Al-Matar.
Direktur eksekutif dari Dewan Chicago untuk Hubungan Islam
Amerika, Ahmed Rehab, menilai bahwa gugatan hukum ini akan memperpanjang
pembahasan soal Islamofobia di AS. Rehab menilai insiden itu menunjukkan bahwa Departemen Kepolisian
Chicago masih perlu mencurahkan lebih banyak waktu untuk pelatihan
sensitivitas terhadap para terduga pelaku kejahatan. Rehab juga mencatat, karena Al-Matar dipenjara pada malam insiden itu
terjadi, ia tidak bisa berbuka puasa hingga hari berikutnya. "Dia adalah manusia. Di bawah pakaian yang sederhana ini, dia adalah
manusia yang memiliki hati dan perasaan. Kami paham bahwa bagi sebagian
orang dia mungkin terlihat seperti seseorang menakutkan. Tapi tidak
alasan untuk tidak memperlakukan dia selayaknya manusia," kata Rehab.
(CNN Indonesia)