PELAMINAN calon pengantin.
BADANNYA terbujur kaku dan diselimuti kain merah jambu.
Matanya tertutup rapat, sama sekali tak mau melihat orang orang di
sekitar. Hanya sesekali ia terbelalak, menatap hampa langit-langit dan
dinding kamar. Dari raut wajahnya, wanita itu tampak sedang menanggung
beban kesedihan yang teramat sangat, tak ada sepatah kata pun, juga
gelak tawa.
Yusra Fitriani (31), wanita yang sedianya kemarin menerima janji suci
dari seorang pemuda yang jadi pujaan hatinya bernama Suharnas (31).
Namun, rencana bahagia itu tidak terwujud. Pemuda yang akan
memperistrinya tiba-tiba saja pergi meninggalkan Fitri--panggilan Yusra
Fitriani-- untuk selama-lamanya.
Suharnas dipanggil Sang Khalik dalam musibah gempa
berkekuatan 6,4 skala Richter (SR) yang
mengguncang kawasan Pidie Jaya
sekitarnya, Rabu (7/12) menjelang subuh. Suharnas meninggal akibat
tertimbun reruntuhan bangunan rumah toko (ruko) miliknya di pusat kota
Meureudu, akibat gempa yang menghentak pagi buta itu.
Kemarin, Kamis (8/12), Serambi kembali menyambangi rumah Fitri di
Desa Dayah Timu, Kecamatan Meureudu, Pidie Jaya. Suasana duka terlihat
menyelimuti rumah itu, semestinya kemarin pesta bahagia digelar di sana,
orang-orang seharusnya berdatangan memberi selamat dan kado pernikahan
kepada Fitri dan Suharnas. Keduanya akan menjadi raja dan ratu sehari
dalam momen paling bahagia setiap insan.
Susana berubah, tak ada yang datang. Seribu surat undangan yang
disebar hanya menjadi kenangan. Pelaminan yang telah disiapkan tak ada
yang tempati, bagai ‘menangis’ sendiri. Dekorasi hanya jadi hiasan,
orang-orang duduk di luar dengan raut wajah murung. Semuanya bersedih,
pesta bahagia itu urung terlaksana, karena Allah telah berkehendak lain.
Biasanya, pelaminan itu akan menjadi singgasana raja dan ratu sehari.
Para tamu yang datang penuh ceria dengan pakai khusus untuk hari H.
Mereka akan berebutan dan rela antrean untuk bisa berfoto. Demi momen
bahagia bersama sang raja dan ratu. Tapi suasana itu tak ada, semua
sudah diliputi duka mendalam. Beberapa keluarga dekat yang datang untuk
melihat kondisi Fitri tak bisa menyembunyikan kesedihannya menatap
pelaminan kosong. Pelaminan yang sepi sendiri.
Di dalam kamar, Fitri ditemani ibu kandungnya, Rajiati (sebelumnya
tertulis Rajati-red) bersama dua saudaranya. Raut wajah sedih terlihat
menyaksikan Fitri tertidur lemas di atas ranjang. Ranjang itu semestinya
dipersiapkan untuk dia dan Suharnas selaku pengantin baru. Ia sama
sekali tak bicara, wajahnya pucat.
Menurut sang ibu, Fitri sudah terbaring di ranjang itu sejak Rabu
malam. “Sudah dari tadi malam dia begini terus. Tadi pagi ada bangun
sebentar habis itu tidur begini lagi dan tidak mau bicara. Makan juga
nggak mau, tadi cuma air gula yang ada dia minum,” kata Rajiati, saat
Serambi yang masuk ke dalam kamar melihat Fitri ditemani anggota
keluarganya.
Beberapa kali Serambi mencoba bertanya kepada Fitiri, namun tak ia
tanggapi. Fitriani membisu, diam seribu bahasa. Wajahnya pucat pasi
menanggung sedih tak terperikan. Namun, tak ada air mata yang mengalir
di pipinya. Air matanya seperti sudah kering, tak ada lagi linangan,
meski ia begitu berat menanggung kesedihan. Fitri tak sanggup lagi
menangis dan berkata-kata tentang cobaan yang mendera dirinya pada hari
seharusnya ia paling bahagia.
“Kak Fitri, kak Fitriani, boleh kami bertanya sesuatu?,” tanya
Serambi pelan. Ia kemudian mengangguk sambil melihat dengan tatapan
hampa. “Kak Fitri, adakah doa yang mau Kakak panjatkan hari ini,” tanya
Serambi kembali.
Mendengar pertanyaan itu, sontak Fitri langsung menangis dan menutup
mukanya dengan selimut. “Kajeut Neuk beuh, bek le tatanyoeng sapeu.
(Sudah Nak ya, jangan tanya lagi apa pun),” kata salah seorang famili
Fitri sambil mengusap pipi dan kepala Fitri. Serambi pun langsung ke
luar dan menyudahi wawancara tersebut.
M Yunus, ayah Fitri mengatakan, saat ini dirinya berusaha semaksimal
mungkin untuk menyembuhkan kesedihan anaknya. Ia tak menampik bahwa
kesedihan yang mendera putri pertamanya itu sulit dipulihkan dalam waktu
dekat. “Hanya ada dua cara untuk menyembuhkan kesedihannya ini, pertama
baca Alquran kedua shalat. Mungkin itu cara paling ampuh untuk
menyembuhkan kesedihannya,” ucap M Yunus.
Sama seperti keterangan Rajiati, istrinya kepada Serambi sebelumnya,
bahwa rencana resepsi kemarin sudah dipersiapkan jauh jauh hari.
Sedikitnya, 1.000 undangan telah dikabari untuk menghadiri hajatan
putrinya kemarin. “Ini kehendak Allah, ini cobaan bagi kami. Semoga di
balik ini semua ada hikmahnya,” pungkas M Yunus.
Kini Fitria harus menanggung beban dan berjuang menghapus luka
mendalam di hatinya. Air mata duka bakal butuh waktu untuk membendungnya
meski pelaminan akan dibongkar sebentar lagi. Harapan hidup bersama
dengan Suharnas sudah sirna. Fitri hanya bisa pasrah atas musibah yang
menjadi kehendak Ilahi. Mungkin Tuhan punya rencana lain. (subur dani)