”Ini foto anak angkat saya, sekarang Presiden RI. Alhamdullilah, semoga Jokowi tetap sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Mampu mensejahterakan rakyat dan membangun negeri ini,” ucap Haji Nurdin.
USIANYA memang tak muda lagi, 73 tahun.
Tapi, ingatan dan bicaranya masih tetap kuat dan santun.Namanya Haji
Nurdin Aman Tursina. Di Desa Bale Atu, Kecamatan Bukit, Kabupaten Bener
Meriah, orang memanggilnya Haji Nurdin. Dan, dari desa di kaki Gunung
Bur Telong inilah, satu kisah tentang perjalanan hidup Presiden RI, Joko
Widodo, terukir.
Haji Nurdin adalah sosok ayah angkat
Presiden Jokowi. Itu terjadi 28 tahun silam saat presiden ketujuh
Indonesia ini meniti karirnya sebagai salah seorang karyawan PT. Kertas
Kraf Aceh (KKA). Dia sempat menetap tiga tahun di desa yang pernah
terisolir ini. Dari pedalaman hutan tanoh Gayo itulah, Jokowi melakukan
banyak hal, termasuk membina masyarakat sekitar. Salah satunya,
membangun meunasah dan rutin salat berjamaah.
”Kalau salat Jokowi selalu mengambil
tempat di sebelah kanan,” kenang Haji Nurdin sambil menunjuk kepada
Jurnalisa dari MODUS ACEH, 30 Oktober 2014 lalu. Karena itu, Haji Nurdin
mengaku sempat kecewa dan ‘terpukul’ saat kampanye Pilpres 2014 lalu
menyebutkan Jokowi tak bisa salat. “Inilah politik, padahal Jokowi itu
rutin salat berjamaah dengan kami di sini, jika dia tidak bekerja dalam
hutan,” kenang Haji Nurdin.
Itu sebabnya, walau Aceh dilanda konflik
bersenjata antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah
Indonesia, tak membuat Jokowi menyerah pada kondisi itu. Bahkan,
sentimen ‘anti orang Jawa’ yang sempat muncul, ternyata tidak berimbas
bagi Jokowi muda.
“Masyarakat di sini melindungi dia.
Karena Jokowi ramah dan suka bergaul dengan warga sekitar. Selain
membangun meunasah, sesekali dia ikut nonton bahkan bermain didong,”
kisah Haji Nurdin.
Entah itu sebabnya, Haji Nurdin masih
menyimpan foto wajah Jokowi di telpon selulernya. Sesekali, sorot mata
kakek ini menerawang jauh. Tersirat, ada kebanggaan dan kerinduan yang
mendalam. ”Ini foto anak angkat saya, sekarang sudah menjadi Presiden
RI. Alhamdullilah, semoga Jokowi tetap sehat,” kata Haji Nurdin, menahan
haru.
Tanggal 20 Oktober 2014 lalu, Ir Haji
Jokowi dan Haji Yusuf Kalla, resmi dilantik sebagai Presiden dan Wakil
Presiden RI pada Sidang Paripurna MPR/DPR-RI di Jakarta. Menurut Haji
Nurdin, sosok Jokowi sejak dulu memang sangat sederhana. Termasuk
kegemarannya melakukan blusukan ke masyarakat. Itu juga dilakukan saat
masih bekerja dan tinggal di Bener Meriah. Jadi kata Haji Nurdin, tak
benar pula jika ada pendapat, blusukan Jokowi hanya untuk meraih simpati
politik.
“Pernah sekali waktu saya ingatkan agar
dia tidak terlalu sering keluar, apalagi malam hari. Sebab, Aceh masih
dilanda konflik bersenjata. Tapi, dijawab Jokowi saat itu, semua kita
serahkan kepada Allah SWT. Saya datang dari Jawa (Solo) tidak cari
musuh, tapi saudara. Kecuali itu, ada bapak dan warga disini”.
Jokowi muda memang pernah tinggal di
Desa Pondok Tengah (dibawah kaki Gunung Bur Telong—red). Dulu, di
kawasan ini ada perumahan peninggalan Belanda, sebelum akhirnya pindah
ke basecame milik PT. KKA.
Seorang rekan Jokowi, Sulistiyo
bercerita. Tanggal 15 Januari 1986, alumni Jurusan Kehutanan,
Universitas Gajah Mada (UGM) ini bersama sembilan karyawan lainnya,
termasuk Sulistiyo dikontrak PT. Kertas Kraf Aceh (KKA). Sampai di Aceh,
Jokowi dan kawan-kawan langsung berkantor di Desa Jamuan, Kecamatan
Nisam, Aceh Utara.
Menurut Sulistiyo yang juga rekan satu
angkatan dengan Jokowi dan kini telah menetap di Bener Meriah. Begitu
tiba di Aceh, mereka langsung bekerja keluar-masuk hutan, khususnya
kawasan yang menjadi milik PT. KKA. Enam dari sembilan karyawan tadi,
termasuk Jokowi dan Tomo, begitu dia akrab disapa, menanggani serta
melakukan pembibitan pinus dan survei.
”Waktu itu kami tinggal di basecame
PT.KKA,” kenang Tomo. Barak peninggalan pekerja KKA tersebut, sampai
saat ini masih di huni masyarakat setempat, demikian juga rumah yang
pernah didiami Jokowi. Dulu bernama Desa Pondok Tengah (sekarang desa
Bale Atu-red), Kecamatan Bukit,” kata Tomo.
Tugas enam orang rekan Jokowi dan
dirinya bertugas hanya mensurvei dan melakukan pembibitan
pinus.Pekerjaan tadi mereka lakukan selama kurang lebih tiga tahun.
”Kami melakukan survei dari satu hutan ke lembah lain selama tiga tahun,
keluar dan masuk hutan,” tutur Tomo.
Menurut Tomo, hutan belantara yang
mereka masuki berada di antara dua kabupaten, Aceh Tengah dan Aceh
Utara. Kondisinya, selain di huni binatang buas seperti ular dangajah,
juga ada dan binatang buas lainya. Namun, enam sekawan tadi tetap
semangat bekerja atas nama kontrak dari tahun 1986-1989.
Bekerja di hutan sudah tentu beresiko,
dan hal itu dialami Jokowi. Saat melakukan survei dikawasan Gunung
Salak, Jokowi mengalami serangan Malaria. Maklum hutan belantara banyak
didiami nyamuk. Begitupun, karena tim solid, akhirnya membawa Jokowi
untuk mendapatkan pertolongan dan dirawat di Rumah Sakit Umum (RSU)
Lhokseumawe.
Setelah mendapat perawatan, Jokowi
kembali aktif bekerja. Dan, atas kebijakan pimpin PT. KKA saat itu,
Jokowi dipindahtugaskan untuk menanggani Bidang Prasarana dan Sarana di
perusahaan tersebut. Setelah dipindahkan, tak membuat Jokowi berdiam
diri. Dia malah semakin giat bekerja, termasuk membangun perumahan untuk
karyawan PT. KKA di kawasan Bener Meriah.
Dari hasil amatan media ini, buah tangan
Jokowi tadi hingga sekarang masih berdiri kokoh. Perumahan yang dulunya
dibagun untuk karyawan, kini tinggal dua puluh unit dengan kondisi
rumah tidak berubah.
Rumah itu terbuat dari belahan pohon
pinus, beratapkan seng, termasuk rumah yang pernah ditempati Jokowi
bernomor: D4.Nah, paska konflik bersenjata, rumah dengan halaman yang
lumayan luas dan berukuran 4×3 tersebut, telah dihuni Ridwan bersama
istri dan empat anaknya.
Lalu, anak kedua Rdiwan, Sahril Ariga
menempati rumah itu. Dia mengaku bangga dapat menetap dan tinggal di
bekas rumah Jokowi, Presiden RI ketujuh. ”Saya bangga sekali Bang, dan
belakangan ramai orang-orang datang mengunjunggi rumah kami ini,” ungkap
Sharil. Begitupun, beberapa bagian dari rumah tersebut sudah mulai
rapuh dimakan rayap. Maklum, usianya sudah cukup tua, terutama dibagian
atap, namun bangunan dindingnya masih terlihat berdiri tegar.
Selain pernah membangun barak untuk
karyawan PT. KKA, Jokowi dan karyawan lainya juga sempat membangun satu
rumah ibadah (meunasah–red), tidak jauh dari perumahan karyawan.
Meunasah itu berukuran 7×8 meter dengan atap seng dan dinding terbuat
dari pohon pinus.
Jokowi sempat beberapa lama tidak berada
di desa itu. Sebab, dia pulang ke Solo dan meminang pujaan hatinya
Iriana. Dan ada cerita menarik, saat Jokowi kembali serta membawa
istrinya, Iriana, masyarakat dan tokoh setempat merayakan kembali pesta
perkawinan mereka (Jokowi dan Iriana-red).”Ya, pesta sederhana yang
dilakukan untuk Jokowi atas permintaan masyarakat,” lanjut Sulistiyo
yang juga kelahiran Solo Tigo, Jawa Tengah.
Kini, Tomo menetap di Desa Panji Mulia,
Kabupaten Bener Meriah. “Jokowi dan Iriana berbulan madu diantara
rimbunya pohon pinus,”kenang Sulistiyo sahabat dekat Jokowi.
Lantas, bagaimana kisah kedekatan Haji
Nurdin dengan Jokowi hingga akhirnya mantan Walikota Solo dan Gubernur
DKI Jakarta ini menjadi anak angkatnya? Itu semua terjadi seperti
layaknya anak rantau.Karena budi baik Jokowi,hati Haji Nurdin saat itu
tergugah untuk menjadikan Jokowi sebagai anak angkat. Haji Nurdin
merupakan salah satu tokoh yang dituakan di desa tersebut. Dia juga imam
meunasah di sana.
”Jokowi sering menjumpai masyarakat
untuk memberikan pemahaman tentang perlunya merawat hutan. Cara dia
bergaul membuat kami disini simpati dan sayang kepada dia saat itu. Dan,
saya kemudian menjadikan dia sebagai anak angkat,” terang
Nurdin.Sebagai ayah angkat, Haji Nurdin sampai sekarang masih menyimpan
foto Jokowi di telpon selulernya.
Menurut Sulistiyo dan diamini Haji
Nurdin, kehidupan Jokowi sebagai Presiden RI, tidak jauh berbeda dengan
masa lalunya saat tinggal di Desa Bale Atu. ”Postur tubuhnya masih
seperti dulu. Dia dulu lebih kurusan dan rambut sedikit gondrong serta
pakai kaca mata,” kata Tomo.
Untuk mengisi waktu luang saat libur
kerja kenang Nurdin. Dirinya, Jokowi dan beberapa karyawan lain, sering
kali pergi ke kawasan Danau Lut Tawar. Tujuannya, hanya untuk sekedar
melepas lelah. ”Memancing walau tidak dapat ikan, untuk sekedar melepas
lelah.Waktu itu tak tahu mau kemana mencari hiburan,” kata Sulistiyo.
Hanya itu? Tunggu dulu. Ternyata
kegemaran Jokowi saat itu bukan hanya memancing. Bila malam tiba, para
karyawan menyediakan satu meja berukuran kecil untuk bermain batu
domino. “Yang kalah kena hukuman dari Jokowi,” sebut Tomo.
Karena itulah sebut Haji Nurdin dan
Tomo, Jokowi dan istrinya Iriana tidak pernah merasa kesepian bekerja di
Bener Meriah. Maklum, selain akrab dengan masyarakat, dia juga mampu
membawa diri.
“Pernah sekali waktu ada pesta
perkawinan.Kebiasaan masyarakat Gayo pada malam hari mengelar acara
kesenian Didong. Ternyata Jokowi sangat menyenanggi dan hobi berdidong
bersama dengan masyarakat setempat,”ucap Nurdin.
Sebelum menjabat sebagai Gubernur DKI
Jakarta, diakui Haji Nurdin dan Sulistiyo, keduanya sempat beberapa kali
berkomunikasi melalui telepon dengan Jokowi. Tapi, setelah menjabat
Gubernur DKI Jakarta, hal itu menjadi putus.Haji Nurdin mengaku paham
dan mengerti, sebab kesibukan Jokowi dalam melayani masyarakat Jakarta.
”Tentu sekarang lebih sibuk lagi sebagai
Presiden, tapi kami mengerti dan berharap Presiden yang pernah bekerja
di Gayo ini bisa mensejahterakan masyarakat Indonesia,” harap Haji
Nurdin yang sampai sekarang masih menjadi Imam di Masjid Bale Atu.
Pernah sekali waktu kenang Haji Nurdin,
usai salat Juhur berjamaah, Jokowi menyumbangkan alat bangunan untuk
masjid. ”Sampai sekarang kami tetap mengingat sumbangan yang diberikan
Jokowi,” sebut Haji Nurdin.
Itulah sepenggal kisah tentang nasib dan
garis tangan seorang Joko Widodo.Dari karyawan PT. KKA, pengusaha mebel
terkenal, Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta hingga akhirnya menjadi
orang nomor satu Indonesia. Langkah, rezeki, pertemuan dan maut adalah
milik dan rahasia Allah SWT.***